Khalifah Umar, Pelopor Sensus Penduduk dalam Sejarah Islam
Oase.id- Selepas Abu Bakar As-Shidiq, sang pengganti Rasulullah Muhammad Saw di tampuk kepimpinan Islam itu wafat, kini giliran Umar bin Khattab berganti menjabat.
Tokoh generasi kedua Khulafaur Rasyidin ini dikenal dengan karakter pemberani, sederhana, sekaligus pembaharu. Semangat pembaharuan Umar paling mencolok ditorehkan melalui pembenahan kebijakan ekonomi umat.
Salah satunya, dengan menggencarkan perintah reorganisasi Baitul Maal dari pusat sampai daerah.
Terobosan
Sejarawan Qutb Ibrahim Muhammad dalam As-Siyasah Al-Maliyah li Umar ibn Al-Khatthab mengisahkan, jika sebelumnya diolah lebih secara kekeluargaan, di bawah Umar, Baitul Maal diproyeksikan dalam pengembangan yang serba hati-hati dan profesional.
Baitul Maal merupakan istilah lembaga yang mengelola keuangan negara, baik dari pemasukan, pengeluaran, dan distribusinya.
"Faktor pendorong gagasan Khalifah Umar itu berdasarkan bertambah luasnya kekuasaan negara Islam dengan dikuasainya Romawi dan Persia, serta memenangi banyak peperangan. Pendapatan umat Islam pun kian signifikan," tulis Qutb.
Umar tidak hanya mempertahankan Baitul Maal reguler dan permanen di ibukota negara. Akan tetapi, dia juga membangun cabang-cabang dan provinsi.
Gagasan Umar yang juga terbilang baru adalah dengan tidak selalu menghabiskan sejumlah total pemasukan yang didapat negara, akan tetapi menyisakannya untuk diolah sesuai dengan prinsip keberlanjutan.
Baitul Maal, oleh Umar, mulai difungsikan sebagai perbendaharaan negara, pelaksana kebijakan fiskal, pengelolaan keuangan, dan pendapatan negara. Demi memperkuat tujuan tersebut, didirikanlah Al-Diwan, yakni kantor untuk menjaring pembayaran tunjangan yang dialokasikan bagi angkatan perang dan pensiun.
Di bawah kendali Khalifah Umar, mulailah dikenalkan sistem gulir kredit untuk transaksi jangka panjang, menerbitkan cek berbasis volume impor, menyetujui wesel tagih dan suarat utang di antara pedagang, serta mendukung transaksi tunai dengan syarat tidak menyalahi syariat Islam.
Distribusi berbasis data
Umar tidak senang jika pendistribusian harta Baitul Maal hanya berdasarkan pada prinsip sama-rata. Ia khawatir, pemberian seharga kepada orang-orang yang sejak awal berjuang bersama Rasulullah dengan kelompok-kelompok yang sempat memusuhinya justru mencederai prinsip keadilan.
Umar mulai meletakkan praktik penyaluran berdasarkan prinsip keutamaan. Melalui kelembagaan Al-Diwan, ia menunjuk komite nasab yang terdiri dari Aqil bin Abu Thalib, Mahzamah bin Naufal, dan Jabir bin Mut'im. Komite ini bertugas membuat laporan sensus penduduk demi pendistribusian keuangan negara yang lebih berkeadilan.
Islamolog ternama, Philip Khuri Hitti dalam History of The Arabs menyebutkan, sensus yang dilakukan Umar tersebut merupakan sensus pertama dalam peradaban Islam.
"Sensus pertama yang tercatat dalam sejarah yang dilakukan untuk menyalurkan pendapatan negara," tulis Hitti.
Berkat sensus yang sukses dilakukan di masa itu, pendapatan negara pun mulai didistribusikan secara bertingkat -sesuai jasa seseorang dalam perjuangan dan perkembangan umat Islam.
"Aisyah berada di urutan teratas dalam dana pensiun. Ia mendapatkan sebesar 12.000 dirham per tahun," tulis Hitti, masih dalam buku yang sama.
Baca: Nabi Tak Pernah Panik saat Menghadapi Kehebohan
Secara lebih terperinci, di bawah Aisyah, ada kelompok istri-istri Nabi yang mendapatkan tunjangan 10.000 dirham per tahun, kemudian keluarga Ali bin Abi Thalib dan para pejuang Badar sebesar 5.000 dirham, pejuang Uhud 4.000 dirham, dan kelompok Muhajirin sebelum penaklukkan Mekah sebesar 3.000 dirham.
Sementara bagi anak keturunan para pejuang Badar, serta putra-putri kaum Muhajirin dan Anshor sebesar 2.000 dirham, penduduk Mekah non-Muhajirin 800 dirham, penduduk Madinah 25 dinar, penduduk Muslim di luar Mekah dan Madinah (Yaman, Syiria, dan Irak) sebesar 200-300 dirham, serta anak-anak yang baru lahir masing-masing sebesar 100 dirham per tahunnya.
Selain itu, penduduk Muslim juga memperoleh tunjangan tambahan berupa gandum, minyak, madu, dan cuka dalam jumlah yang tetap. Meskipun secara kualitas dan jenis barang cenderung berbeda-beda di setiap wilayahnya.
Irfan Mahmud Ra'ana dalam Economic System Under Umar the Great menulis, perbaikan sistem distribusi Baitul Maal berbasis data ala Umar bin Khattab ini menjadi sesuatu yang paling berjasa dalam sistem perekonomian Islam.
"Peran negara yang turut bertanggung jawab terhadap pemenuhan kebutuhan dan makanan bagi setiap warga negaranya ini merupakan hal yang pertama kali terjadi dalam sejarah dunia," tulis Irfan.
(SBH)