Hukum Berjabat Tangan Dengan Lawan Jenis Dalam Islam

N Zaid - Pergaulan Islam 15/08/2024
Ilustrasi: Ist.
Ilustrasi: Ist.

Oase.id - Dalam Islam, ada sejumlah hadits yang membahas tentang interaksi antara pria dan wanita yang bukan mahram, termasuk bersalaman. 

Berikut beberapa hadits yang dapat menjadi landasannya:

Hadits dari Ma'qil bin Yasar, Rasulullah ﷺ bersabda:

"Seandainya kepala seseorang ditusuk dengan jarum besi, itu lebih baik baginya daripada menyentuh seorang wanita yang tidak halal baginya."

(HR. Ath-Thabrani dan Al-Baihaqi, disahihkan oleh Al-Albani dalam Silsilah Ash-Shahihah no. 226)

Hadits ini menekankan larangan keras untuk menyentuh lawan jenis yang bukan mahram.

Rasulullah ﷺ pun tidak pernah, dengan cara apa pun, bersalaman dengan wanita yang bukan mahromnya. Ini seperti hadits dari Ummul Mukminin Aisyah radiyallahu 'anha.

Hadits dari Ummul Mukminin Aisyah radhiyallahu 'anha:
Aisyah berkata:

"Demi Allah, tangan Rasulullah ﷺ tidak pernah menyentuh tangan wanita sama sekali meskipun ketika beliau membaiat mereka. Beliau hanya mengatakan kepada mereka: 'Aku telah membaiat kalian (dengan ucapan saja).' "
(HR. Bukhari no. 4891 dan Muslim no. 1866)

Hadits ini menunjukkan bahwa Rasulullah ﷺ tidak bersalaman dengan wanita meskipun dalam situasi formal seperti bai'at (sumpah setia).

Hadits dari Al-Mughirah bin Syu'bah:

“Rasulullah ﷺ bersabda: 'Sesungguhnya Allah telah menetapkan atas anak Adam bagiannya dari zina, ia pasti akan mendapatkannya, zina mata adalah memandang, zina lisan adalah berkata, zina hati adalah berangan-angan, dan kemaluan yang akan membenarkan atau mendustakan yang demikian.'"
(HR. Bukhari no. 6612 dan Muslim no. 2657)

Walaupun hadits ini lebih umum, namun bisa diambil pelajaran bahwa segala bentuk interaksi fisik dan pandangan antara pria dan wanita yang bukan mahram harus dihindari untuk mencegah perbuatan yang diharamkan.

Meskipun, seperti dikutip dari Rumaysho, berjabat tangan dengan yang bukan mahram, ada silang pendapat di antara para ulama, dibedakan antara berjabat tangan dengan yang sudah tidak punya rasa suka (syahwat) dan berjabat dengan yang masih muda.

Menurut Ulama Malikiyah, berjabat tangan dengan yang bukan mahram tetap tidak dibolehkan walaupun berjabat tangan dengan yang sudah sepuh dan tidak punya rasa apa-apa (tidak dengan syahwat). Mereka beralasan dengan keumuman dalil yang melarangnya.

Ulama Syafi’iyah mengharamkan berjabat tangan dengan yang bukan mahram, juga tidak mengecualikan yang sudah sepuh yang tak ada syahwat atau rasa apa-apa. Mereka pun tidak membedakannya dengan yang muda-muda.

Sedangkan yang membolehkan berjabat tangan dengan non mahram yang sudah tua (yang tidak ada syahwat) adalah ulama Hanafiyah dan ulama Hambali.

Namun untuk berjabat tangan dengan non mahram yang muda, maka tidak dibolehkan menurut mayoritas ulama dari madzhab Maliki, Syafi’i, dan Hambali. Dalam pendapat Ibnu Taimiyah, seperti itu dihukumi haram. Sedangkan ulama Hanafiyah mengaitkan larangan berjabat tangan dengan yang muda jika disertai syahwat (rasa suka padanya). Namun ulama Hambali melarang hal ini baik jabat tangan tersebut di balik kain ataukah tidak. 

Hadits-hadits di atas menunjukkan pentingnya menjaga batas-batas dalam interaksi antara pria dan wanita yang bukan mahram dalam Islam. Dan sebagai umat Islam, yang mengaku mencintai Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, cukuplah kembali kepada yang contohkan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam terkait persoalan 'salam-salaman' dengan wanita yang bukan muhram tersebut.


(ACF)