Pahami Apa Itu Taqlid, Ijtihad dan Ittiba

N Zaid - Fiqih Islam 03/07/2024
Ilustrasi. Pixabay
Ilustrasi. Pixabay

Oase.id - Setiap Muslim wajib hukumnya menuntut ilmu syar'i. Agar tidak terjebak kepada metode mencari ilmu yang keliru, di antara sekian istilah, ada tiga yang selalu dijumpai ketika membahas hukum syariat sehingga perlu dipahami dengan baik.

Ketiganya adalah 'taqlid, 'ijtihad', dan Ittiba. 

Kerap dijumpai, seorang menyamakan setiap apa yang keluar dari gurunya sebagai sebuah kebenaran. Padahal, dalam menuntut ilmu syar'i yang harus diperhatikan adalah landasan ilmunya yang harus jelas dan bukan semata-mata pendapat pribadi atau tokoh.

Taqlid, Ijtihad, dan Ittiba’ adalah istilah-istilah dalam ilmu ushul fiqh yang menggambarkan cara-cara umat Islam berinteraksi dengan hukum syariat. Berikut penjelasan masing-masing istilah beserta dalilnya:

Taqlid
Taqlid adalah mengikuti pendapat seorang ulama tanpa mengetahui dalil yang mendasarinya. Orang yang melakukan taqlid disebut muqallid.

Dalam perkara ini, istilah taqlid kerap disandingkan dengan kata lain yakni buta, sehingga menjadi 'taqlid buta'. Istilah ini bermakna negatif dalam syariat Islam.  

Apa sebenarnya yang dimaksud taqlid buta?

Taqlid buta adalah istilah yang mengacu pada praktik mengikuti pendapat atau fatwa ulama tanpa memahami, memeriksa, atau mengetahui dalil-dalil yang mendasari pendapat tersebut, dan tanpa mempertimbangkan apakah pendapat itu benar atau sesuai dengan prinsip-prinsip syariat.

Ada beberapa dalil yang mengisyaratkan pentingnya berilmu dan tidak mengikuti sesuatu tanpa pengetahuan:

Al-Qur'an, Surat Al-Isra' ayat 36:

"Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya itu akan dimintai pertanggungjawabannya."

Al-Qur'an, Surat Al-Baqarah ayat 170:

"Dan apabila dikatakan kepada mereka, 'Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah,' mereka menjawab, 'Tidak, kami hanya mengikuti apa yang kami dapati bapak-bapak kami melakukannya.' Apakah mereka akan mengikuti juga, walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui apa-apa dan tidak mendapat petunjuk?"

Seorang muslim harus menghindari sikap taqlid buta karena sikap ini akan menjauhkan diri dari kebenaran, dan hanya mengikuti apa atau siapa yang disukai hawa nafsunya.

Ijtihad
Ijtihad adalah usaha sungguh-sungguh seorang mujtahid (ulama yang memiliki kemampuan) dalam mengeluarkan hukum syariat dari dalil-dalil yang ada (Al-Qur'an dan Hadis).

Dalil Ijtihad:

Allah berfirman dalam Surat At-Taubah ayat 122:
"Tidak sepatutnya bagi orang-orang mukmin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya."

Dalam sebuah hadis riwayat Bukhari dan Muslim, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

"Jika seorang hakim berijtihad dan ijtihadnya benar, maka baginya dua pahala. Dan jika ia berijtihad kemudian ijtihadnya salah, maka baginya satu pahala."

Ittiba’
Ittiba’ adalah mengikuti pendapat seorang ulama atau mujtahid dengan mengetahui dan memahami dalil-dalil yang mendasarinya.

Dalil Ittiba’:

Allah berfirman dalam Surat Al-Ahzab ayat 21:

"Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah."

Dalam sebuah hadis riwayat Muslim, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

"Wajib atas kalian untuk mengikuti sunnahku dan sunnah para khalifah yang mendapatkan petunjuk, peganglah sunnah itu dan gigitlah ia dengan gigi geraham."

Dengan hadits di atas sikap Ittiba kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, adalah suatu keharusan. Ketika Rasulullah shalllahu alaihi wa sallam telah bersabda maka prinsip yang harus dikedepankan adalah 'samina wa athona' yang memiliki arti "kami dengar dan patuh." 

"Sesungguhnya jawaban oran-orang mukmin, bila mereka dipanggil kepada Allah dan rasul-Nya agar rasul menghukum (mengadili) di antara mereka ialah ucapan. 'Kami mendengar, dan kami patuh'. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung." (An-Nur:51)


(ACF)
TAGs: Fiqih Islam