Maulid Nabi Muhammad: Asal Usul dan Maknanya

N Zaid - Maulid Nabi Muhammad 09/09/2024
Ilustrasi. Pixabay
Ilustrasi. Pixabay

Oase.id - Perayaan Maulid Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam adalah salah satu tradisi yang dirayakan oleh sebagian umat Islam di berbagai belahan dunia untuk memperingati kelahiran Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam. Asal mula perayaannya memiliki sejarah yang menarik, terutama yang berkaitan dengan Bani Fatimiyah, sebuah dinasti yang merupakan penganut Syiah.

KH Said Aqiel Siradj dalam sebuah ceramah memaparkan bahwa dinasti Bani Fatimiyah adalah pencentus pertama kali perayaan Maulid Nabi. 

"Maulid Nabi pertama kali diadakan oleh al-Muiz Lidinillah khalifah Fatimiyah yang membangun khilafah di Mesir pada tahun 361 Hijriah," ujar mantan ketua PBNU tersebut saat memberikan tausiyah pada acara Maulid Akbar dan Doa untuk Keselamatan Bangsa. Masjid Istiqlal, Jakarta 21 November 2019.

Bani Fatimiyah adalah dinasti Islam yang berkuasa di Afrika Utara dan Timur Tengah dari abad ke-10 hingga abad ke-12 Masehi. Dinasti ini dinamai sesuai dengan Fatimah az-Zahra, putri Nabi Muhammad shallallahu alahi wa sallam, dan mengklaim garis keturunan langsung darinya. Sebagai penganut Syiah Ismailiyah, Bani Fatimiyah memiliki praktik dan tradisi keagamaan yang berbeda dari mayoritas Sunni.

Asal Mula Perayaan Maulid

Mengenai asal-usul peringatan maulid ini, seorang pengkaji Islam dari Universitas Leiden Belanda, Noco Kptein juga memaparkan dalam disertasinya tentang Maulid Nabi shallallahu alaihi wa sallam. 

Seperti juga yang dipaparkan KH Said Aqiel Siradj, dalam disertasi tersebut Noco Kptein mempaparkan bahwa peringatan maulid ini pertama kali dilakukan pada masa Dinasti Fatimiyyah di Mesir, tepatnya pada masa pemerintahan al-Mu’izz li Dinillah yang berkuasa pada pertengahan bad X Masehi (953-975 M), atau empat abad setelah Nabi shallallahu alaihi wa sallam wafat. Terkait kitab yang menjadi rujukannya adalah Tarikh al-Ihtifal bi al-Maulid al-Nabawiy karya al-Imam al-Sandubi.

Disebut, Al-Mu’izz li Dinillah adalah seorang penguasa yang beraliran Syiah. Ia cenderung menjadikan Maulid sebagai alat untuk mencapai kepentingan legitimasi politik. Mereka ingin menguatkan diri dengan memiliki kaitan silsilah dengan Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam.

Setelah jatuhnya Dinasti Fatimiyah, tradisi perayaan Maulid tidak hilang begitu saja. Sebaliknya, tradisi ini mulai diadopsi oleh komunitas Sunni di berbagai wilayah. Salah satu tokoh penting dalam penyebaran perayaan Maulid di kalangan Sunni adalah Sultan Muzaffar ad-Din Gökburi dari Irbil, yang mengadakan perayaan Maulid secara besar-besaran pada abad ke-12.

Terlepas dari sejarahnya, bagi yang merayakan Maulid Nabi saat ini, argumen yang diangkat adalah dalil-dalil dari Al-Qur'an dan hadits yang menekankan pentingnya bersyukur atas karunia Allah, kecintaan kepada Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam, serta penghormatan terhadap hari-hari bersejarah. 

Perayaan Maulid dianggap sebagai salah satu cara untuk mengekspresikan perasaan gembira dan rasa cinta kepada Nabi sebagai bentuk syukur atas kehadiran beliau sebagai rahmat bagi seluruh alam.

Salah satu ayat yang dijadikan rujukan adalah:

"Katakanlah: 'Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Itu lebih baik daripada apa yang mereka kumpulkan.'" (QS. Yunus: 58)

Namun, tidak semua ulama sepakat dalam masalah ini, dan perayaan Maulid Nabi tetap menjadi isu yang diperdebatkan di kalangan umat Islam hingga saat ini. Beberapa ulama menolak perayaan ini karena tidak ada dasar yang kuat dalam Al-Quran dan Hadis. 

Para ulama yang menganggap Maulid Nabi sebagai bid'ah (sesuatu yang baru dalam agama) berpendapat bahwa perayaan ini tidak pernah dilakukan oleh Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam, para sahabatnya, maupun khulafaur rasyidin. 

Nabi Muhammad sendiri tidak merayakan hari kelahirannya, begitu juga dengan para sahabat, yang selalu mengikuti contoh Nabi dalam segala hal. Sebuah prinsip dasar dalam Islam menyatakan bahwa segala ibadah harus berdasarkan dalil yang jelas dari Al-Qur'an dan Sunnah.

Hadits-hadits yang memperingatkan tentang inovasi dalam agama sering dijadikan dasar untuk menolak perayaan Maulid. Ulama yang berpegang pada pendapat ini berargumen bahwa Maulid, meskipun dilakukan dengan niat yang baik, adalah sesuatu yang diada-adakan dalam agama, sehingga termasuk dalam kategori bid'ah yang tertolak.(berbagai sumber)


(ACF)