Berdiam Diri di Rumah saat Terjadi Wabah Berpahala? Ini Dalilnya
Oase.id- Ada banyak cara untuk memutus mata rantai penularan virus Covid-19 yang kian mengancam Indonesia. Syaratnya, cuma butuh kerelaan dan komitmen bersama demi mewujudkan masyarakat Indonesia yang kembali sehat dan tanpa kecemasan seperti hari-hari sebelumnya.
Pemerintah, instansi terkait, bahkan tokoh agama sudah mengimbau jauh-jauh hari untuk lebih banyak berdiam diri di rumah. Perkantoran dan lembaga-lembaga pendidikan pun menerapkan opsi merumahkan karyawan dan peserta didik untuk mengerjakan segala tanggung jawabnya di rumah.
Demi menguatkan perjuangan dalam mewujudkan kepentingan bersama ini, berikut adalah keutamaan mengikuti imbauan berdiam diri di rumah saat terjadi wabah menurut kacamata agama;
Menaati perintah Rasulullah
Nabi Muhammad Saw berdabda;
"Jika kalian mendengar ada thaun (wabah) di suatu wilayah, janganlah kalian memasuki wilayah tersebut. Dan apabila kalian berada di wilayah yang terkena wabah, janganlah kalian keluar dan lari darinya. (HR Bukhari dan Muslim)
Para ulama memaknai hadis Nabi ini sebagai upaya untuk meminimalisir risiko penularan wabah. Dengan adanya amanat membatasi pergerakan masyarakat dari satu tempat ke wilayah lainnya, maka penanganan terhadap pasien yang ter-suspect epidemi pun cenderung bisa dikontrol dan ditangani secara baik.
Baca: Umar bin Khattab: Wabah Adalah Takdir, dan Menghindarinya Juga Takdir
Anjuran Rasulullah Saw terkait sikap menghadapi wabah juga seperti yang diriwayatkan Aisyah Ra;
"Wabah penyakit adalah sejenis siksa (azab) yang Allah kirim kepada siapa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Allah menjadikan hal itu sebagai rahmat bagi kaum Muslimin. Tidak ada seorangpun yang terserang wabah, lalu dia bertahan di tempat tinggalnya dengan sabar dan mengharapkan pahala, juga mengetahui bahwa dia tidak terkena musibah melainkan karena Allah telah mentakdirkannya kepadanya, maka dia mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mati syahid." (HR. Bukhari, An-Nasa'i, dan Ahmad)
Dalam Fathul Bari, Ibnu Hajar Al-Atsqalani menjelaskan, makna gamblang dan akurat (Manthuq) hadis ini adalah orang yang memiliki sifat tersebut (Berdiam diri di rumah saat terjadi wabah) akan mendapatkan pahala syahid walaupun yang bersangkutan tidak sampai meninggal dunia.
Menjalani syariat
Islam, khususnya dalam kajian fikih, mengenal apa yang disebut Maqasid as-syariah, yakni gagasan dalam hukum syariat yang diturunkan Allah untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu.
Dalam penjelasan lebih lanjut mengenai maqasid as-syariah, Abu Ishaq Al-Syathibi dalam Al-Muwafaqat fi Usul Asy-Syari’ah mengenalkan 5 unsur pokok yang wajib dipelihara dan diwujudkan untuk menegakkan kemaslahatan agama dan dunia. Prinsip ini populer dengan sebutan Kulliyat al-khams (5 prinsip universal).
Kulliyat al-khams meliputi hifdh al-nafs (menjaga jiwa), hifdh al-diin (menjaga agama), hifdh al-'aql (menjaga akal), hifdh al-nasl (menjaga keturunan), dan hifdh al-mal (menjaga harta).
Berdiam diri di rumah dan tidak membuka peluang tertular virus korona termasuk dalam kategori hifdh al-nafs, yakni prinsip pertama dalam maqasid as-syariah. Agama amat melarang seseorang melakukan sesuatu yang berpotensi membahayakan dirinya sendiri.
Baca: 5 Sikap Nabi Menghadapi Wabah dan Penderita Penyakit Menular
Tidak membahayakan orang lain
Tidak cuma mencegah tindakan yang membahayakan diri sendiri, Islam juga sudah barang tentu melarang umatnya untuk mencelakai orang lain. Hal ini sesuai dengan hadis Nabi Saw;
"Tidak boleh ada bahaya dan tidak boleh membahayakan orang lain." (HR. Ad-Daraquthni, Al-Baihaqi, dan Al-Hakim)
Imam As-Suyuthi dalam Al-Asybah wa An-Nazha'ir menjelaskan, berdasarkan hadis ini, lantas lahirlah prinsip pokok fikih Adh-dhararu yuzalu, bahaya haruslah dihilangkan, yang kemudian dikembangkan menjadi kaidah Dar’ul mafasid muqaddamun ala jalbil mashalih, menolak bahaya lebih utama ketimbang mengambil maslahat atau manfaat.
Al-Mafasid, dalam kaidah yang juga memiliki redaksi lain berupa Dar’ul mafasid aula min jalbil mashalih ini ditujukan pada berbagai hal apapun yang berpotensi menimbulkan bahaya yang bisa menimbulkan kesulitan, kesempitan, atau berdampak buruk pada diri seseorang dan masyarakat luas.
Sementara maslahat adalah mencakup segala hal yang membawa kepada tujuan yang sesuai dengan maqasid as-syariah.
Berkaca pada penjelasan tersebut, maka mengikuti anjuran berdiam diri di rumah saat terjadi wabah adalah opsi terbaik. Ulasan ini, termasuk yang dipakai Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan tokoh Islam lainnya untuk mengeluarkan fatwa anjuran salat berjamaah dan salat Jumat di rumah selama pandemi korona berlangsung.
Terangnya, berjamaah di masjid, terlebih salat Jumat yang merupakan kewajiban, memang termasuk kemaslahatan dan dianjurkan syariat. Akan tetapi, jika perkumpulan massa tersebut membuka peluang persebaran Covid-19 lebih massif, maka berlakulah kaidah fikih di atas.
Alhasil, berdiam diri di rumah adalah bagian dari perjuangan untuk menyudahi pandemi korona. Selain menaati anjuran Rasulullah tentang wabah, pilihan ini juga merupakan bagian dari maqasid as-syariah yakni menjaga jiwa, serta menutup kerugian yang mungkin akan ditimbulkan orang banyak.
Dan tentu, semua kebaikan tersebut megandung nilai pahala. Wallahu a'lam.
(SBH)