Body Shaming! Ini tubuhku, Kenapa Jadi Masalah Bagimu?
"Ih, kalau berdiri di sebelah kamu, aku jadi kelihatan kurus, deh. Hahaha"
"Itu tas pinggang apa perut? Kok menonjol?"
"Yah, kamu mah ketiup angin aja roboh"
"Kalau sudah malam, dia enggak bakal kelihatan. Gelap soalnya. Haha"
Oase.id- Familiar dengan jenis candaan di atas? Tidak sedikit dari kita pernah menggunakan pola sejenis sebagai bahan untuk berkelakar atau mencairkan suasana. Tak sedikit pula yang memiliki intensi lebih dari sekadar melucu, dengan atau tanpa disadari.
Yang juga tidak bisa dibilang sedikit, adalah objek yang dituju -yang sebenarnya- merasa malu, tersinggung, dan juga terintimidasi dengan berbagai statement yang menjadikan bentuk tubuh sebagai topiknya. Namun, mereka memilih untuk diam, atau bahkan ikut menertawakannya.
Body shaming telah menjadi topik hangat yang sering dikampanyekan di mana-mana. Banyak gerakan dilakukan untuk memerangi aktivitas yang dapat membawa dampak negatif baik bagi pelaku (the shamer) maupun objek yang dipermalukan (the shamed). Sayangnya, masih banyak langkah yang perlu diambil untuk benar-benar menghapus aksi ini dari kehidupan sosial.
Body shaming adalah sebuah term modern untuk menjelaskan aksi seseorang yang dapat mempermalukan diri sendiri atau orang lain dengan mengangkat isu fisik. Isu fisik yang dimaksud bukan hanya berkaitan bentuk tubuh (gemuk, kurus, tinggi, pendek), tapi juga warna kulit (hitam, kuning langsat, putih) atau pun ciri khas yang terdapat pada fisik seseorang (rambut keriting, tahi lalat, gigi kelinci dan lain sebagainya).
Sebagaimana yang disebutkan dalam definisinya, body shaming bukan hanya dapat ditujukan kepada orang lain, tapi juga kepada diri sendiri.
Kepada diri sendiri? Ya, tanpa kita sadari, kita dapat menjadikan diri sendiri sebagai objek yang kita permalukan berdasarkan isu fisik. Proses ini terjadi di dalam pikiran kita namun dapat mempengaruhi kepercayaan diri, sikap, perfoma diri, dan banyak aspek lainnya.
Siapapun objek dari body shaming, tidak akan terlepas dari dampak negatif yang dapat menyertainya. Dalam jangka pendek, kita mungkin hanya merasa terganggu dengan statement negatif mengenai tubuh kita. Namun ke depannya, penilaian-penilaian tersebut terinternalisasikan ke dalam diri dan akhirnya mempengaruhi body image atau pun kepercayaan diri.
Secara jangka panjang, tidak menutup kemungkinan orang yang terus menerus menjadi objek dari body shaming mengalami depresi ataupun gangguan makan.
Banyak dan besarnya dampak negatif dari body shaming bagi kehidupan seseorang, membuat kita perlu untuk segera mengambil peran dalam upaya memeranginya. Di mana pun posisi kita dalam aksi ini (pelaku, objek/korban, pendengar), kita dapat mengambil langkah untuk memeranginya.
Sebagai pelaku (the shamer)
Menyadari atau tidak menolak, bahwa kita pernah menjadi pelaku dari body shaming.
Salah satu hambatan dalam memerangi body shaming adalah pemahaman yang salah mengenai humor. Kebiasaan overlapping antara humor dan penghinaan membuat toleransi kita menjadi besar terhadap hinaan yang dapat mempermalukan orang lain.
Empati kita pun menjadi berkurang karena menganggapnya sebagai hal yang biasa saja. Sebagai pelaku, penting bagi kita mengevaluasi diri dengan bertanya "Apa sebenarnya tujuan saya menggunakan candaan fisik?", "Bagaimana bila saya yang berada dalam posisi objek?"
Dalam proses evaluasi, kita perlu bersikap jujur kepada diri sendiri agar dapat memahami dengan lebih baik mengenai situasi ini.
Salah satu hal yang dapat melatarbelakangi seseorang terfokus pada isu fisik adalah karena isu tersebut cukup mengganggu dirinya sendiri. Beberapa orang mengangkat isu perbedaan fisik seseorang untuk menutupi perbedaan fisik yang dimilikinya. Bila hal ini sebenarnya terjadi pada diri kita, maka kita dapat mulai memerangi body shaming dengan belajar menerima diri sendiri apa adanya.
Sebagai objek (the shamed)
Dont be afraid to speak up your mind/feelings! Sampaikan secara asertif perasaan kita ketika seorang teman dengan atau tanpa sadar melakukan body shaming.
Tidak perlu takut dianggap "Enggak asyik" atau "Terlalu serius". Karena dengan membicarakannya, berarti kita sedang berjuang bukan hanya untuk kebaikan diri sendiri, tapi juga orang lain.
Sikap diam hanya akan membuat pelaku tidak menyadari perilaku negatifnya. Dengan membuka pembicaraan mengenai hal ini, kita dapat mencapai pemahaman yang sama dan membangun kesepakatan bersama untuk memerangi body shaming.
Pahami bahwa tidak semua orang secara sengaja melakukan body shaming untuk menyakiti atau mengintimidasi kita. Sebagian orang masih menganggapnya sebagai candaan biasa. Sebagian lainnya mungkin memiliki maksud mencari perhatian kita.
Dengan memahami hal ini, kita dapat menghindari kemungkinan merespons secara reaktif yang dapat berujung pertengkaran dengan teman.
Bila seseorang memang dengan sengaja ingin menyakiti kita, cara terbaik untuk menghadapinya adalah dengan mengabaikan penilaiannya. Kita dapat menegur sikapnya, namun abaikan maksud dari perkataannya. Adanya tujuan untuk "menyakiti kita" membuat penilaiannya menjadi tidak objektif dan tidak berharga.
Cintai diri kita dengan menerima segala hal yang ada di dalamnya. Keindahan itu relatif. Coba temukan keindahan dalam diri kita dengan menggunakan kacamata sendiri. Bila kita enjoy dengan diri kita apa adanya, kita dapat memfilter dengan baik penilaian-penilaian negatif dari orang lain mengenai fisik kita.
Terapkan positive self talk. Munculkan pemahaman yang positif mengenai kondisi fisik kita saat ini, misalnya "Big is beautiful", "Hitam manis", "Pendek itu imut dan menggemaskan" dan sebagainya.
Pernyataan positif ini perlu dimunculkan agar kita menyadari bahwa tidak ada kondisi fisik apapun yang patut dihina karena semuanya indah dengan caranya yang berbeda-beda.
Sebagai pendengar
Hindari memberikan respons positif terhadap pernyataan pelaku. Tanggapan positif kita dapat menjadi penguat aksi body shaming. Untuk itu, hindari sikap tertawa, menambahkan atau mengulang statement yang disampaikan. Untuk memeranginya, kita perlu menyampaikan keberatan kita mengenai body shaming dengan menggunakan bahasa yang baik.
Jadilah teman yang baik bagi orang yang dipermalukan (the shamed). Hadirlah sebagai teman yang mendengarkan dan menerima the shamed apa adanya. Selain itu, berikan dorongan kepada objek agar berani menyampaikan keberatannya atas tindakan yang dilakukan kepadanya.
(SBH)