Sejarah, Amalan, dan Doa Hari Tasyrik
Oase.id- Setelah hari raya Iduladha yang jatuh pada 10 Zulhijah, umat Muslim mengenal istilah hari tasyrik atau hari-hari yang jatuh pada 11, 12, dan 13 Zulhijah dalam penanggalan Islam.
Dalam Syarh Sahih Muslim, Imam Nawawi menjelaskan, "Disebut tasyrik karena kebiasaan masyarakat mendendeng atau menjemur daging hasil kurban di terik matahari. Dalam hadis disebutkan, hari tasyrik adalah hari untuk memperbanyak zikir, takbir, dan lainnya."
Dari Nubaisyah Al Hudzali, ia berkata bahwa Rasulullah Muhammad bersabda;
“Hari-hari tasyrik adalah hari makan dan minum.” (HR. Muslim)
Baca: Hukum, Ketentuan, Kriteria Hewan, dan Tata Cara Menyembelih dalam Ibadah Kurban
Asal-usul
Dalam Lisanul Arab, Ibnu Manzhur, dengan mengutip Abu Ubaid Al-Qasim bin Salam mengatakan, ada dua pendapat ulama tentang alasan penamaan hari-hari tersebut dengan hari tasyrik.
Pertama, dinamakan hari tasyrik karena kaum Muslimin pada hari itu menjemur daging kurban untuk dibuat dendeng. Kedua, karena kegiatan berkurban, tidak dilakukan, kecuali setelah terbit matahari.
Ibnu Rajab dalam Lathaif Al-Ma’arif menerangkan, di hari tasyrik, umat Islam dilarang berpuasa. Sebabnya adalah kebiasaan orang-orang yang bertamu ke Baitullah dengan melalui perjalanan panjang dan mereka pun beristirahat dan tinggal di Mina karena kelelahan.
Mereka memakan daging sembelihan kurban dan Allah pun menjadikan hari tasyrik sebagai hari makan dan minum demi membantu para jemaah haji agar bergiat mengingat Allah dan mengerjakan ibadah lainnya.
Ada pula yang berpendapat bahwa tasyrik berasal dari kata "syaraqa", yang berarti matahari terbit. Hal itu disandarkan pada pelaksanaan salat Iduladha yang berlangsung saat matahar terbit. Penyebutan nama iu juga lantaran hewan kurban tidak disembelih hingga terbit matahari.
Tasyrik juga merupakan 3 hari yang berbilang dalam QS. Al-Baqarah: 203.
"Dan berzikirlah (dengan menyebut) Allah dalam beberapa hari yang berbilang. Barangsiapa yang ingin cepat berangkat (dari Mina) sesudah dua hari, maka tiada dosa baginya. Dan barangsiapa yang ingin menangguhkan (keberangkatannya dari dua hari itu), maka tidak ada dosa pula baginya, bagi orang yang bertakwa. Dan bertakwalah kepada Allah, dan ketahuilah, bahwa kamu akan dikumpulkan kepada-Nya."
Baca: Hadis-hadis Keutamaan Berkurban
Keutamaan dan amalan
Sebagai hari-hari yang mengiringi hari raya Iduladha, hari tasyrik termasuk hari yang istimewa. Di hari tasyrik, umat Islam disarankan memperbanyak zikir kepada Allah Swt, serta meningkatkan amal saleh melalui berbagai bentuk ibadah lainnya.
Pertama, anjuran memperbanyak zikir.
Allah Swt berfirman,
“Ingatlah Allah di hari-hari yang terbilang.” (QS. Al-Baqarah: 203)
Dalam Lathaiful Ma'arif dijelaskan, keutamaan hari tasyrik bisa diisi dengan zikir dan takbir setiap selesai salat wajib. Hal ini, sebagaimana yang dilakukan para sahabat Nabi Saw. Umar bin Khattab bertakbir setelah salat Subuh pada tanggal 9 Zulhijah sampai setelah Zuhur pada 13 Zulhijah.
Begitu pula Ali bin Abi Thalib, beliau bertakbir setelah salat Subuh pada 9 Zulhijah sampai Asar tanggal 13 Zulhijah. Ali juga bertakbir setelah Asar.
Mengingat Allah Swt juga bisa dilakukan dengan membaca basmalah sebelum makan dan hamdalah setelah makan. Rasulullah Saw bersabda;
"Sesungguhnya Allah rida terhadap hamba yang makan sesuap makanan kemudian memuji Allah, atau minum seteguk air dan memuji Allah karenanya.” (HR. Muslim)
Kedua, memperbanyak berdoa.
Masih dari Lathaiful Ma'arif, doa yang biasa dibacakan Nabi Saw dan para sahabat di antaranya adalah;
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
Rabbana aatina fiddunya hasanah wa fil akhirati hasanah wa qinaa adzaabann naar.
"Ya Allah, ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka."
Baca: Hukum Menyimpan dan Memakan Daging Kurban Lebih dari 3 Hari
Keterangan itu diambil dari hadis yang diriwayatkan Anas bin Malik;
"Doa yang paling banyak dilantunkan oleh Nabi Saw adalah 'Rabbana aatina fiddunya hasanah wa fil akhirati hasanah wa qinaa adzaabann naar." (HR. Bukhari)
(SBH)