5 Februari 1947: HMI Berdiri
Oase.id- Di sebuah ruangan kampus Sekolah Tinggi Islam (kini, Universitas Islam Indonesia-UII) Yogyakarta, seorang mahasiswa tingkat awal memasuki kelas yang mestinya diisi mata kuliah Tafsir yang diampu Husein Yahya. Di depan puluhan mahasiswa, sosok bernama Lafran Pane itu dengan berani menawarkan tentang pentingnya membentuk organisasi yang mampu menghimpun mahasiswa Islam se-Indonesia.
Kelak, gagasan Lafran itu mewujud sebagai organisasi Himpunan Mahasiswa Islam (HMI).
Peristiwa yang terjadi pada 5 Februari 1947 itu tidak melulu pas disebut permulaan. Sebab, Lafran sendiri sebenarnya telah melakukan konsolidasi bersama puluhan mahasiswa lain sejak November 1946, hanya selisih satu tahun setelah Indonesia berhasil meraih kemerdekaan.
Hanya saja, tanggal tersebut menjadi penanda bahwa HMI resmi terbentuk lantaran telah memperoleh banyak dukungan.
Siapa Lafran?
Agussalim Sitompul dalam Sejarah Perjuangan HMI (1976) menyebutkan, keberhasilan Lafran membujuk teman-temannya bergabung bukan tanpa sebab. Faktor kemasyhuran Lafran yang berasal dari keluarga terdidik pun turut mempengaruhi.
"Lafran Pane adalah adik dari dua tokoh sastra terkemuka Indonesia, Sanusi Oane dan Armijn Pane. Dia berlatar belakang Islam yang kuat, tetapi juga memiliki afiliasi yang beragam," tulis Agussalim.
Lafran dikenal memiliki pandangan tersendiri terhadap Islam di Indonesia. Hal ini, juga turut menjadi warna gerakan HMI sejak pertama kali didirikan.
"Islam bukan hanya mengatur hubungan manusia dengan Tuhan, melainkan hubungan antara manusia yang satu dengan yang lainnya, baik lingkup keluarga hingga lingkup masyarakat dan negara," tulis Lafran dalam Keadaan dan Kemungkinan Kebudayaan Islam di Indonesia (1949).
Meskipun begitu, Lafran juga dikenal rendah hati. Hariqo Wibawa Satria dalam Lafran Pane Jejak Hayat dan Pemikirannya (2011) menyebut, Lafran menolak jika disebut sebagai penggagas atau satu-satunya pendiri HMI.
Mengutip buku yang sama karya Agussalim, beberapa nama yang termasuk pendiri HMI selain Lafran adalah Kartono Zarkasy (Ambarawa), Dahlan Husein (Palembang), Siti Zainah (Palembang), Maisaroh Hilal (cucu pendiri Muhammadiyah KH.Ahmad Dahlan, Singapura), Soewali (Jember), Yusdi Gozali (Semarang, juga pendiri PII), M. Anwar (Malang), Hasan Basri (Surakarta), Marwan (Bengkulu), Tayeb Razak (Jakarta), Toha Mashudi (Malang), Bidron Hadi (Kauman-Yogyakarta), Sulkarnaen (Bengkulu) dan Mansyur.
Pada November 2017, Lafran dianugerahi Presiden RI Joko Widodo sebagai pahlawan nasional.
Sumbangsih
Dalam sejarah gerakannya, HMI tercatat telah menorehkan banyak sumbangsih bagi Indonesia. Kiprah pertama HMI ditunjukkan melalui keterlibatan mereka dalam dinamika dan pergolakan saat mempertahankan kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dari tekanan neo kolonialisme Belanda melalui agresi militer I dan II.
HMI, juga dianggap sebagai corong aspirasi masyarakat atas berbagai kebijakan pemangku kepentingan dan pemerintah. Mereka juga kerap terjun dalam aksi sosial dan bencana alam, serta beberapa hal strategis lainnya.
Mengacu survei Pengrus Besar HMI (2015), organisasi yang mengadopsi slogan "Yakin Usaha Sampai (Yakusa)" ini telah memiliki 215 cabang, 600.000 kader, serta 6 juta alumni yang terdiri dari para tokoh dan nama besar yang menduduki posisi penting di Indonesia.
Nama-nama tersebut antara lain, pembaharu Nurcholish "Cak Nur" Madjid, budayawan Taufik Ismail, politisi senior sekaligus mantan Ketua DPR RI Akbar Tanjung, Wakil Presiden ke-10 dan 12 RI Muhammad Jusuf Kalla, Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswesan, dan banyak lagi yang lainnya.
(SBH)