Cerita Benang Hitam dan Putih Sebelum Ramadan
Oase.id- Kali pertama diwajibkan, puasa Ramadan belum memiliki ketentuan yang terang perihal waktu mulai, dan masa berbuka.
Meskipun begitu, para sahabat menyambut gembira dan begitu semangat menjalankannya. Mereka berlomba-lomba meningkatkan ketakwaan di bulan suci demi menunjukkan ketaatan kepada Allah Swt, dan rasa cintanya kepada Muhammad Sang Rasulullah.
Sebagaimana tradisi puasa-puasa sebelumnya, sebagian sahabat malah banyak yang berpantang sahur, ada pula yang meninggalkan kewajiban biologis seorang suami kepada istrinya, hingga sebulan penuh lamanya.
Baca: Yang Dilakukan Rasulullah ketika di Rumah
Tak lama, Allah Swt berfirman;
"Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan istri-istrimu; mereka adalah pakaian bagimu, dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi maaf kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, ... (Al-Baqarah: 187)
Setelah Rasulullah Saw menyampaikan firman Allah Swt tersebut, seorang sahabat Nabi bernama Adi bin Hatim berinisiatif menyiapkan benang berwarna hitam dan putih, lantas meletakannya di bawah bantal di kamar tidurnya.
Nyaris sepanjang malam, dia memandangi benang tersebut. Adi bin Hatim berharap, sebagaimana firman Allah Swt, ia segera mendapatkan kejelasan dari kedua benang itu.
Sayangnya, hingga terbit fajar, ia tak mendapat sesuatu pun informasi dari kedua benda yang disimpannya di bawah bantal tidurnya.
Selain Adi, sahabat Nabi yang lain pun melakukan hal yang nyaris serupa. Ada juga mereka yang mengikatkan benang hitam dan putih itu di kakinya, lantas tetap makan sembari menunggu ada sesuatu perubahan pada benda yang ditalikannya, meskipun waktu sudah fajar.
Merasa tak mendapatkan alamat apapun dari penanda yang difirmankan Allah Swt tersebut, akhirnya para sahabat mengadu kepada Rasulullah. Mereka berkeluh kesah tentang batasan waktu puasa yang belum begitu terang juga.
Baca: Pernah Suatu Ketika, Cuma Nabi yang Tak Terserang Wabah
Nabi tertegun sejenak. Tak lama, Rasulullah bersabda, "Maksud benang hitam adalah gelapnya malam, sedangkan benang putih adalah terangnya siang."
Keesokan harinya, turunlah lanjutan firman Allah Swt yang memperjelas kiasan "Benang merah dan benang putih" tersebut.
"... yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beriktikaf dalam mesjid. Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertakwa. (Al-Baqarah: 187)
Kini, puasa Ramadan telah terang. Ialah kewajiban menahan rasa lapar dan hawa nafsu dari terbit fajar, hingga matahari tenggelam.
(SBH)