Wali Allah Menurut Allah Dalam Al-Quran
Oase.id - Segala sesuatu kabar tentang syariat Islam, tidaklah bisa diterima, kecuali kabar itu datang dengan dalil yang bersumber dari Al-Quran dan Asunnah. Begitu pun kabar tentang hal-hal gaib. Tidak boleh seorang Muslim meyakini kabar tentang hal gaib, kecuali ada tuntunan syariatnya termasuk terkait kabar tentang kewalian, orang yang bisa menjadi wali Allah.
Tidak bisa seseorang atau siapa pun membuat definisi tentang wali Allah, kecuali dengan tuntunan yang telah digariskan Allah dalam Al-Quran atau yang telah disampaikan Rasulnya ﷺ.
Allah Subhanahu wa Ta’ala abadikan dalam firmanNya di ayat terakhir surat Al Kahfi dalam satu kesempatan sekaligus (yang artinya), “Sesunggunya Sesembahan kalian adalah sesembahan yang esa, barangsiapa yang mengharapkan perjumpaan dengan Robbnya maka hendaklah ia beramal ibadah dengan amalan yang sholeh dan tidak menyekutukan Robbnya dalam amal ibadahnya dengan suatu apa pun“.(QS : Al Kahfi: 110).
Dikutip dari Muslim.or.id, Ibnu Katsir Asy Syafi’i rohimahullah seorang pakar tafsir yang tidak diragukan lagi keilmuannya mengatakan, “Maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh” maksudnya adalah mencocoki syariat Allah (mengikuti petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, pen).
Seorang muslim dituntut untuk bertakwa terhadap Allah subhanahu wa ta'ala, agar menjadi orang yang beruntung hidupnya di dunia dan akhirat. Dan bagi Allah, orang yang paling mulia di sisiNya adalah orang yang paling taqwa.
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling taqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. Al Hujurat: 13)
Apa kata Al-Quran tentang wali Allah?
"Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. Yaitu orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa. Bagi mereka berita gembira di dalam kehidupan di dunia dan (dalam kehidupan} di akhirat. Tidak ada perubahan bagi kalimat-kalimat (janji-janji) Allah. Yang demikian itu adalah kemenangan yang besar.(QS. Yunus: 62-64)
Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di berkata,
“Setiap yang beriman dan bertakwa, dialah yang menjadi wali Allah.” (Taisir Al Karimir Rahman, hal. 368).
Ustaz Abdullah Roy, M.A mengatakan bahwa dengan surat Yunus di mana disebutkan dua sifat seorang wali Allah, beriman dan bertaqwa, kita bisa mengukur seseorang bisa memenuhi kriteria wali Allah atau justru wali syaitan.
"Makna iman adalah menjalankan perintah, dan makna taqwa adalah menjauhi larangan. Berarti sifat orang yang termasuk wali Allah menjalankan perintah dan menjauhi larangan. Perintah yang paling besar adalah bertauhid."
"Ciri seorang wali Allah harus bertauhid, kalau dia mengaku wali Allah tapi masih menyekutukan berarti itu bukan wali Allah," kata Ustaz Abdullah Roy.
Di antara perintah Allah adalah menjalankan salat, (ibadah) sunnah, puasa," kata Ustaz Abdullah.
Menurutnya jika ada yang disebut wali namun tidak pernah salat, tidak mandi, tidak berwudu, maka orang seperti ini bukan wali Allah.
Ustaz Badru Salam Lc, juga menyebut bahwa seorang wali Allah tidak mesti memiliki kharomah. "Kalau ada seseorang yang diberikan sesuatu yang luar biasa belum tentu juga karomah atau wali. Misal orang yang bisa berjalan di atas air, atau mempan dibacok, apakah dia wali? belum tentu. Dukun juga bisa seperti itu. Makanya kita harus tahu, karomah bukan syarat seorang wali," terang Ustaz Badru.
(ACF)