Hikmah Bertaubat di Bulan Syaban
Oase.id - Bulan Syaban kerap disebut sebagai bulan ampunan dosa. Termasuk didalamnya bertaubat. Banyak hikmah yang didapatkan ketika bertaubat di bulan Syaban.
Sebagaimana dari Abu Hurairah, bahwa Nabi Muhammad ﷺ bersabda:
“Jibril pada malam pertengahan bulan Syaban datang kepadaku, lalu mengatakan: ‘Hai Muhammad, malam ini dibukakan pintu-pintu langit dan pintu-pintu rahmat. Maka, bangkitlah kamu, salat dan angkatlah kepalamu dan kedua tanganmu ke langit.”
Lalu, Rasul bertanya, “Hai Jibril, malam apakah itu?”
Jibril menjawab, “Pada malam ini dibukakan tiga ratus pintu rahmat, lalu Allah Ta’ala akan mengampuni semua orang yang tidak menyekutukan sesuatu dengan Allah, selain tukan sihir, atau juru ramal, atau pendendam, atau peminum khamr, atau orang yang terus-terusan berzina, atau pemakan riba, atau orang yang durhaka terhadap ibu bapak, atau pengadu domba, atau pemutus silaturahim. Sesungguhnya mereka itu tidak mendapat ampunan, kecuali mereka mau bertaubat dan meninggalkan (kelakuannya).”
Kemudian keluarlah Nabi ﷺ, bergegas menunaikan salat dan menangis dalam sujudnya, seraya berucap,
“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari siksa-Mu dan kemurkaan-Mu, dan aku tiada dapat menghitung pujian kepada-Mu, sebagaimana Engkau memuji kepada Dzat Engkau, maka bagi-Mulah segala puji sehingga Engkau rida.”
Yahya bin Mu’adz dalam kitab Durratun Nashihin menjelaskan, bulan Rajab ialah untuk mensucikan badan, sedang bulan Syaban untuk mensucikan hati, dan bulan Ramadhan untuk mensucikan ruh.
Sesungguhnya, orang yang mensucikan badannya pada bulan Rajab, dia akan mensucikan hatinya pada bulan Syaban. Dan bagi orang yang mensucikan hatinya pada bulan Syaban, dia akan mensucikan ruhnya pada bulan Ramadan.
Maka jika dia tidak mensucikan badannya pada bulan Rajab dan hatinya pada bulan Syaban, kapan lagi ia akan mensucikan ruhnya pada bulan Ramadan.
Sementara, seorang ahli hikmah berkata, “Sesungguhnya bulan Rajab untuk memohon ampun dari segala dosa, bulan Syaban untuk memperbaiki hati dan segala cacat, bulan Ramadan untuk memberi penerangan hati, sedang malam Qadar untuk mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala.”
Konon, suatu ketika diceritakan dari Muhammad bin Abdullah Az-Zahidi, bahwa ada seorang kawan, Abu Hafsh Al-Kabir namanya, meninggal dunia. Ia ikut mensalatinya, tetapi tidak menziarahi kuburnya selama delapan tahun.
Kemudian setelah beberapa waktu, ia bermaksud menziarahinya dan malam itu juga tidur bermimpi melihat dia berubah warnanya. Wajahnya menjadi pucat. Dia mengucapkan salam kepada Az-Zahidi, tapi dia tidak menjawab salam.
Dalam mimpinya ia berkata, “Subhanallah, kenapa kamu tidak menjawab salamku?
Abu Hafs menjawab, “Menjawab salam adalah suatu ibadah, sedang kami diputuskan daripada ibadah.”
Az-Zahidi lalu bertanya, “Dan kenapa saya lihat kamu telah berubah wajahmu, padahal parasmu dulu demikian elok?”
Ia menjawab, “Setelah aku diletakkan di dalam kuburku, seorang malaikat datang, lalu berdiri di atas kepalaku seraya berkata, ‘Hai orang tua yang buruk’. Dan disebutnya seluruh dosa-dosaku akan keburukan perilakuku, lalu aku dipukulnya dengan sebuah tiang, maka jasadku menyala menjadi api.”
Kemudian dalam kuburnya berbicara, “Tidakkah engkau malu terhadap Tuhanku?” dan seterusnya aku dihimpitnya sekali himpit, sampai tercerai-berailah rusuk-rusukku dan putuslah seluruh persendianku, dan aku tetap tersiksa sampai pada suatu malam di mana hilal bulan Syaban nampak terbit, tiba-tiba ada yang berseru dari atasku: ‘Hai malaikat, lepaskan dia. Sesungguhnya dia telah menghidupkan suatu malam pada bulan Syaban semasa hidupnya, dan berpuasa sehari di antara hari-hari bulan itu.”
Mendengar ucapan tersebut, Allah Swt melepaskan siksaan dengan kehormatan salatnya pada malam dari bulan Syaban dan puasa satu hari. Juga, memberi kabar gembira kepadanya akan memperoleh surga dan rahmat dari Allah Swt.
(ACF)