Mana yang Harus Didahulukan, Bayar Utang Puasa Ramadan atau Puasa Syawal?
Oase.id - Puasa Syawal bagi umat Islam mempunyai keutamaan pahala yang setara dengan puasa satu tahun. Namun, seringkali menimbulkan. Mana yang harus didahulukan antara membayar utang puasa Ramadan atau menjalankan Puasa Syawal?
Mengutip hadis Rasulullah terkait anjuran puasa enam hari di bulan Syawal dalam riwayat Imam Muslim dijelaskan bahwa barangsiapa yang melaksanakan puasa Ramadan kemudian setelahnya ia menyertakan puasa enam hari di bulan Syawal, maka pahala baginya seperti berpuasa satu tahun penuh.
“Man shooma romadhoona tsumma atba’ahu sittan min syawwaalin kaana kashiyaami addahri”.
Artinya: “Barangsiapa puasa Ramadan, kemudian ia sertakan dengan puasa enam hari dari bulan Syawal, maka ia seperti berpuasa setahun penuh.” (HR. Imam Muslim)
Sementara terkait kewajiban mengganti utang puasa Ramadan termaktub dalam firman Allah swt dalam Al-Qur’an surah Al-Baqarah ayat 184 yang berbunyi:
Artinya: “Maka, siapa di antara kamu sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), maka (wajib menganti) sebanyak hari (yang dia tidak berpuasa itu) pada hari-hari yang lain. Bagi orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidyah, (yaitu) memberi makan seorang miskin. Siapa dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, itu lebih baik baginya dan berpuasa itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 184)
Berdasarkan penjelasan di atas, lantas mana yang harus tetap didahulukan? Apakah mengganti utang puasa Ramadan dahulu atau langsung menjalankan puasa Syawal?
Menurut Imam Nawawi dalam kitab Majmu Syarhul Muhaddzab mengatakan, bahwa faktor yang menyebabkan tidak puasa di bulan Ramadan karena dua hal, yakni; 1) uzur atau alasan yang sesuai syariat, dan 2) tanpa uzur atau disengaja.
Maksudnya, orang yang tidak berpuasa karena uzur disini adalah sakit, sedang dalam perjalanan, haid, perempuan hamil dan menyusui, lupa niat, makan karena menganggap sudah waktunya berbuka puasa, maka diperbolehkan untuk mengganti utang puasa Ramadan kapan pun, asalkan sebelum memasuki bulan Ramadan berikutnya (tidak harus bulan Syawal).
Sedangkan orang yang tidak berpuasa karena tanpa uzur atau disengaja, maka harus langsung mengganti utang puasanya setelah bulan Ramadan. Hal ini merupakan pendapat yang sahih dari mayoritas ulama bermazhab Syafi’i.
Dengan demikian, kesimpulan yang dapat ditarik dari penjelasan di atas, bahwa bagi orang yang tidak berpuasa karena tidak ada uzur (disengaja), maka qada puasa Ramadan harus lebih didahulukan daripada puasa enam hari di bulan Syawal. Sedangkan bagi orang yang tidak berpuasa karena uzur, maka boleh puasa Syawal dan tetap wajib mengganti puasa Ramadan secepatnya (sebelum memasuki Ramadan berikutnya).
(ACF)