Ingin Anak Terbiasa Salat? Tumbuhkan Hubungan yang Hangat dan Suportif Dengan Mereka

N Zaid - Salat 15/10/2024
ilustrasi. Foto: Pixabay
ilustrasi. Foto: Pixabay

Oase.id - Seorang pendidik dan dosen universitas di Iran Zahra Sharifi membahas strategi praktis untuk mendorong anak-anak agar terbiasa salat.  Zahra Sharifi menekankan bahwa dasar dari menumbuhkan budaya salat pada anak-anak dimulai dengan hubungan yang hangat dan suportif dengan orang tua mereka.

"Awalnya, anak-anak belajar segalanya dari orang tua mereka," kata Sharifi dikutip Iqna. 

"Faktor terpenting dalam menanamkan budaya salat pada anak-anak adalah hubungan yang dekat dan penuh kasih antara orang tua dan anak. Ketika orang tua menjaga hubungan yang hangat dan suportif, anak secara alami cenderung meniru mereka, termasuk dalam dedikasi mereka untuk salat," papar dia.

Ia mencatat bahwa ketika orang tua menciptakan ikatan emosional yang positif dengan anak-anak mereka, mereka dapat menggunakan hubungan itu untuk mencapai tujuan pendidikan mereka, terutama dalam menumbuhkan nilai-nilai agama.

Sharifi menunjukkan kesalahan umum yang sering dilakukan orang tua: mereka cepat memarahi ketika seorang anak melewatkan salat tetapi tidak memberikan pujian yang cukup ketika anak itu benar-benar salat.

"Orang tua harus fokus untuk menyemangati anak-anak mereka setiap kali mereka melihat anak-anak mereka salat," katanya. "Mereka harus menghindari bersikap terlalu ketat atau memberi perintah, karena metode ini sering kali bisa menjadi bumerang."

Menurut Sharifi, sangat penting bagi orang tua untuk menciptakan citra positif di benak anak mereka dengan bersikap lembut, mendukung, dan terlibat dalam kegiatan mereka.

"Seorang anak yang melihat orang tuanya religius dan rajin salat, dengan sikap hangat dan sikap positif, lebih mungkin terpengaruh oleh citra itu dan mengikutinya," jelasnya.

Sharifi menekankan pentingnya menjaga citra positif di benak anak dalam hal praktik keagamaan. "Jika orang tua marah dan menghukum anak mereka, lalu pergi salat, itu tidak menciptakan citra keimanan yang baik di benak anak," katanya. "Sebaliknya, itu bahkan mungkin membuat mereka patah semangat."

Dia menambahkan bahwa penguatan positif, terutama di usia muda, memainkan peran penting dalam perkembangan anak. "Semakin muda anak, semakin berdampak dan bertahan lama efek dari citra positif itu," kata Sharifi.

Ketika ditanya tentang cara paling efektif untuk mendorong anak-anak terlibat dalam praktik keagamaan seperti salat, Sharifi menyarankan untuk mengakui dan menghargai usaha mereka.

"Ketika seorang anak salat atau berpuasa, penting bagi orang tua untuk memperhatikan dan memuji mereka," katanya. "Mereka bahkan dapat mengambil foto, memberi mereka hadiah kecil, atau sekadar mengungkapkan penghargaan mereka, membuat anak merasa dihargai atas tindakan baik mereka."

Sharifi memperingatkan terhadap dorongan yang dangkal, menekankan perlunya menumbuhkan motivasi intrinsik pada anak-anak.

"Orang tua harus berusaha memperkuat motivasi internal anak mereka melalui pujian yang tulus, bukan hanya sebagai rutinitas atau kebiasaan," sarannya. "Sering kali, orang tua lebih fokus untuk menunjukkan kesalahan daripada merayakan tindakan positif anak mereka."

Pakar tersebut memperingatkan agar tidak menciptakan lingkungan di mana anak-anak menjadi resisten terhadap praktik keagamaan. Ia menyarankan bahwa alih-alih menghadapi anak secara langsung ketika mereka berbohong tentang salat, orang tua harus menangani situasi tersebut dengan bijaksana. 

"Jika seorang anak mengatakan bahwa mereka telah salat padahal belum, terimalah jawaban mereka dan katakan, 'Jika kamu mengatakan bahwa kamu telah salat, maka aku percaya padamu,'" jelasnya. 

"Pendekatan ini mendorong anak untuk merenungkan tindakan mereka tanpa merasa terpojok atau defensif," katanya.

Dalam membahas konteks gaya hidup Islam yang lebih luas dalam membentuk kebiasaan beragama anak, Sharifi menekankan bahwa nilai-nilai ini harus ada dalam kehidupan keluarga sehari-hari.

"Sampai prinsip-prinsip gaya hidup religius dan Al-Quran aktif di rumah, dan kualitas-kualitas seperti rasa hormat, ketekunan, dan disiplin diperkuat pada anak-anak, kita tidak boleh mengharapkan mereka untuk melakukan salat atau tugas-tugas keagamaan lainnya secara konsisten," ungkapnya.

Sharifi menggarisbawahi bahwa perubahan dalam gaya hidup keluarga sangat penting untuk menanamkan nilai-nilai ini. "Orang tua harus mencontohkan kehidupan yang berdasarkan prinsip-prinsip Islam dan kemanusiaan," katanya. 

"Selama cara hidup kita sendiri tidak sejalan dengan nilai-nilai ini, kita tidak dapat mengharapkan anak-anak kita untuk mengikuti praktik-praktik keagamaan." Menyimpulkan pemikirannya, Sharifi menegaskan kembali bahwa orang tua harus terlebih dahulu menerapkan gaya hidup yang benar sebelum mereka dapat membimbing anak-anak mereka. 

"Kita harus memahami bahwa sebelum mengajar anak-anak kita, kita perlu memperbaiki perilaku dan pendekatan kita terhadap kehidupan," katanya.

"Hanya dengan begitu anak-anak kita akan mempelajari etika dan rasa syukur kepada Tuhan yang tercermin dalam salat."


(ACF)
TAGs: Salat