Nabi Nuh dan Banjir Besar di Bulan Rajab
Oase.id- Nabi Nuh As sudah berada di puncak kekesalan. Setelah begitu lama dirinya mendakwahkan ketauhidan Allah Swt, umatnya masih saja kekeh menyembah berhala yang mereka namai sendiri sebagai Wadd, Suwa', Yaghuts, Ya'uq, dan Nasr.
Lebih gila lagi, mereka pun melakukan serangan berupa fitnah, hujatan, dan cacian dengan menyatakan Nuh sebagai sosok yang sesat dan pendusta.
Nabi Nuh pun berdoa kepada Allah Swt. Curahan kejengkelan itu terekam dalam QS. Nuh: 26-27;
"Ya Tuhanku, janganlah Engkau biarkan seorangpun di antara orang-orang kafir itu tinggal di atas bumi. Sesungguhnya jika Engkau biarkan mereka tinggal, niscaya mereka akan menyesatkan hamba-hamba-Mu, dan mereka tidak akan melahirkan selain anak yang berbuat maksiat lagi sangat kafir."
Selepas Nuh berdoa, banjir paling besar dalam sejarah manusia itu pun datang. Semua tak terselamatkan, kecuali orang-orang yang beriman.
Memancar dari rumah Sam
Sebelum bah menerjang, Allah membalas doa dengan mewahyukan kepada Nabi Nuh, "Hai Nuh, jika tempat pembakaran dari rumah Sam memancarkan air, maka naiklah ke atas perahu."
Sam adalah putra tertua Nabi Nuh. Ia telah berusia 300 tahun dan menikahi perempuan bernama Rahmah.
Nabi Nuh pun segera pergi menemui Sam dan berniat menyampaikan sudah tepat waktunya menggunakan bahtera yang telah lama ia buat.
"Wahai Rahmah, sesungguhnya awal datangnya banjir besar itu pertama-tama menyumber dari tempat pembakaran yang kamu gunakan setiap harinya untuk membuat roti ini. Jika kamu melihat pembakaran ini memancarkan air, maka seketika itu pula kamu harus cepat-cepat memberitahuku," pesan Nabi Nuh kepada menantunya.
Tak butuh waktu lama, pada hari Jumat, 10 Rajab, Rahmah mendapati air mulai menyumber deras ketika hendak membakar roti terakhirnya.
Penolakan Kan'an
Air dari rumah Sam mulai meninggi. Bagi yang setia kepada Nuh, mereka langsung berbondong-bondong mendatanginya dan meminta petunjuk.
Baca: Ini Doa yang Diucapkan Nabi saat Menyambut Datangnya Bulan Rajab
Nabi Nuh pun mempersilakan mereka segera bergegas menuju bahtera yang panjangnya 300 hasta (sekira 157 meter), lebar 50 hasta, dan tinggi 30 hasta.
Perahu besar Nuh itu didesain memiliki tiga tingkatan. Yakni, bagian atas diperuntukkan bagi hewan-hewan sejenis burung, bagian tengah untuk manusia, dan bagian bawah sebagai tempat binatang melata dan hewan-hewan buas.
Nabi Nuh merancang dan membuat bahtera dari susunan kayu jati dan sanabur selama 40 tahun. Sepanjang proses tersebut, Nabi Nuh mendapat banyak cibiran lantaran pembuatan kapal besar tersebut dianggap tak fungsional dan sangat tidak masuk akal.
Pada akhirnya, umat Nabi Nuh pun terbelalak. Bahtera itu memang dibuat demi menyelamatkan manusia dan hewan dari terjangan air bah yang dahsyat. Meski begitu, Nabi Nuh cuma bisa menyelamatkan 40 laki-laki dan 40 perempuan dari umatnya yang beriman, selebihnya tak terselamatkan tergulung azab.
Mereka yang tenggelam lebih memilih mencari perlindungan ketimbang mengakui kenabian Nuh. Termasuk, Kan'an putra Sang Nabi sendiri.
Kan'an tidak seperti saudara tuanya, Sam. Ia memilih ingkar dan tak beriman. Meski begitu, kepada anaknya yang hendak digulung bah Nabi Nuh berkata;
"Wahai anakku, naiklah (ke atas kapal). Dan janganlah kamu bersama orang-orang yang ingkar."
Akan tetapi, putra Nuh tetap kekeh dan menolak pertolongan sang ayah. Dia bilang, "Aku akan mencari perlindungan ke gunung yang dapat memeliharaku dari terjangan bah."
Baca: Doa Terhindar dari Bencana Longsor
Nabi Nuh tetap memperingatkan, "Sesungguhnya tidak ada yang bisa melindungi hari ini dari azab Allah Swt, selain Allah Sang Maha Penyayang."
Akhirnya, Kan'an tetap tak selamat. Dalam QS. Hud: 43;
"... Dan gelombang menjadi penghalang antara keduanya; maka jadilah anak itu (Kan'an) termasuk orang-orang yang ditenggelamkan."
Mendarat di bukit Jud
Bahtera Nuh berlayar selama 150 hari. Mereka mengarah ke Mekah Al-Mukaramah menuju Baitul Maqdis di Pelestina.
Di sepanjang pelayaran, Nabi Nuh dan umatnya menyinggahi tempat-tempat penting bagi kaum beriman. Perahu raksasa itu selalu berkata kepada Nuh ketika melintasi suatu tempat, "Wahai Nabi Nuh, ini adalah ini, dan itu adalah tempat itu (Disesuaikan dengan penggambaran peristiwa penting masa lalu dan masa depan).
Perahu Nuh bergerak melintasi banjir setinggi pucuk-pucuk gunung. Ketika sampai di Tanah Haram, bahtera itu memutari titik ka'bah sebanyak tujuh kali, lantas kembali melanjutkan perjalanan.
Dari bulan Rajab hingga pengujung Zulhijah, sampailah bahtera Nuh di bukit Jud dekat Mushal. Nabi Nuh dan rombongan tetap bertahan hingga 10 Muharam lantas menunaikan puasa sebagai bentuk syukur atas segala kenikmatan selamat dari azab dan peringatan Tuhan.
Tidak hanya golongan manusia, tetapi hewan-hewan yang turut dalam pelayaran pun ikut berpuasa.
(SBH)