Tidak Berjilbab, Salat Tidak Diterima?
Oase.id - Kadang kita dapati seseorang terlalu mudah berfatwa sesuai hawa nafsu sendiri. Menilai baik dan buruk berdasarkan logika bahkan perasaan. Padahal dalam beragama, baik buruknya sesuatu harus ditimbang dengan dalil Alquran dan sunnah.
Kelancangan seseorang kadang melampaui kapasitasnya sebagai hamba, dan secara tidak langsung seolah mengambil peran Allah, yang telah menurunkan tuntunan ibadah dan hidup melalui Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam.
Islam memperingatkan kepada umatnya agar jangan menumbuhkan sifat sombong dalam dirinya, yakni merasa lebih baik dari orang lain, seberapa pun banyaknya ketaatan yang telah ia lakukan.
Orang yang tidak memiliki ilmu dan merasa lebih suci kadang tergoda untuk menghakimi seseorang, yang ia pandang lebih rendah, dengan menjadi penentu diterima atau tidaknya amal seseorang oleh Allah.
Padahal ulama sekali pun dalam memberikan pandangannya, harus merujuk pada dalil. Penilaian baik dan buruknya sesuatu, ditimbang berdasarkan ilmu syariat. Pun yang dijelaskan sebatas hukum-hukumnya saja, dan sebatas memberi peringatan, rambu-rambu syariat. Ada pun bagimana penilaian akhirnya, kembali kepada Sang Pemilik Hidup, yakni Allah subhanahu wa ta'ala.
Contoh prilaku main 'hakim sendiri' dalam pergaulan sehari-hari, misalnya ketika ada perempuan yang tidak mengenakan hijab, namun ia menunaikan salat wajib, tahajud, puasa, dan ibadah lain, perempuan itu dianggap mengerjakan ibadah sia-sia karena sehari-hari tidak menutup aurat. Penilaian ini tentu saja bathil dan tidak sesuai syariat.
Penilaian main pukul rata seperti ini tidak dibenarkan dalam Islam karena amal-amal seseorang itu bukan satu kesatuan. Sehingga tidak akan menjadi semuanya buruk, ketika salah satunya buruk. Semua itu terpisah-pisah dan ada hitungannya sendiri-sendiri. (Kecuali kesyirikan, maka semua amalnya tidak akan diterima, dosanya tidak diampuni, jika tidak bertaubat, dan Allah telah memperingatkan pelakunya akan dimasukkan ke dalam neraka yang kekal).
Ketika seorang perempuan salat sempurna menutupi aurat, meski pun dalam kehidupan sehari-hari tidak menggunakan jilbab, maka salatnya tetap sah.
Dosanya adalah ketika ia tidak menutup aurat dalam kehidupan sehari-hari, sementara salatnya jika sesuai syariat, sebagaimana yang diperintahkan kepada seorang muslimah untuk salat, maka hukumnya sah. Dan sebagaimana salat yang sah, maka ia bisa mendapatkan pahala atas ibadahnya itu.
"Tetap diterima kecuali kalau dia salat tidak tutup aurat itu lain kan. Dia berdosa dengan tidak tutup aurat di luar tapi kalau dia salat dia pakai mukena tutup
aurat yang benar, wudhu benar, hadap kiblat benar, waktu salat sudah masuk, itu diterima sah. Di situlah keadilan Allah subhanahu wa taala Subhanallah," demikian penjelasan Ustaz Khalid Basallamah dalam sebuah ceramahnya.
"Bayangkan kalau tidak tutup aurat di luar Allah hubungkan dengan tidak diterima salatnya, tidak diterima zakatnya, tidak terima hajinya, Apa amal yang bisa diterima? itu bahaya."
"Sekali satu kesalahan kita di luar, bisa ditarik ke semua ibadah. Itu luar biasa. Enggak ada lagi amal yang bisa kita lakukan. Tapi Allah subhanah wa taala dengan Kemahaadilannya masih masih diberikan syarat dan rukun gitu kan. Maka diberikan sesuai dengan porsi itu. Begitu
pula dengan orang salah kalau orang berbuat salah kecuali kekufuran dengan Syirik itu sudah menghancurkan amal-amal
yang lain gitu kan," jelas Ustaz Khalid.
Ustaz Khalid memberi contoh lagi tentang persoalan ini. Misalkan ada seorang melakukan zina, kemudian dia salat dengan memenuhi rukun salat, bagaimana hukumnya.
Orang tersebut, menurut Ustaz Khalid berdosa atas zinannya, namun untuk salatnya, maka tetap sah.
"Allah subhanahu wa taala pilah itu kecuali perbuatan Syirik. Perbuatan Syirik itu bisa menghancurkan semuanya. Dia dosa keluar dari agama Islam," jelasnya.
Kesimpulan
Kesimpulannya, mengatakan amal ibadah seorang perempuan yang tidak berhijab, seperti puasa, salat, sedekah, tidak akan diterima oleh Allah subhanahu wa ta'ala adala pernyataan yang tidak benar dan tidak sesuai hukum Islam itu sendiri, sebagaimana dijelaskan Ustaz Khalid Basallamah.
Begitu pun pada perkara lain yang semisal. Bahwa dalam Islam masing-masing amal ibadah/kemaksiatan memiliki perhitungan sendiri atau tidak berlaku satu kemaksiatan menggugurkan amal yang lain seperti contoh di atas. Di mana seorang wanita tak berhijab kemudian salatnya tidak diterima. Atau seorang yang telah melakukan zina, kemudian salatnya, jika telah memenuhi rukunnya, menjadi tidak diterima karena zina yang dilakukan tersebut. Hal semacam ini tidak benar.
Kecuali bila seseorang itu melakukan kesyirikan yang masuk dalam kategori tidak bisa diampuni, jika ia tidak bertaubat dan berhenti dari kesyirikannya itu, maka apa pun amal yang dilakukannya akan gugur, dan tak bernilai apa-apa. Sebab, Allah menempatkan pelaku kesyirikan dalam neraka jahanam yang kekal abadi.
(ACF)